Tuesday, June 20, 2023
Monday, June 12, 2023
PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) BAGI BALITA SUNTING SELAMA 90 HARI
Pemberian Makanan Tambahan adalah program intervensi bagi balita yang menderita kurang gizi dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan status gizi anak serta untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak agar tercapainya status gizi dan kondisi gizi yang baik sesuai dengan umur anak tersebut.
Pemberian Makanan Tambahan ini akan dilakukan selama 90 hari hingga bulan April mendatang dan nantinya akan dilakukan Pentak (Penimbangan Serentak) setiap 15 hari untuk dipantau perkembangan berat badan anak yang stunting.
Wednesday, October 12, 2022
PENGGALANGAN KOMITMEN ERADIKASI FRAMBUSI UPTD PUSKESMAS ADIPALA I
Hai hai healthies Saat ini pemerintah sedang menyiapkan program eradikasi frambusia . Tapi kalian sudah tahu belim si apa itu frambusia ? Frambusia atau biasanya disebut Pathek merupakan suatu jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan bisa menular dari satu orang ke orang lain Kebersihan diri dan lingkungan menjadi salah satu faktor penularan frambusia. Jadi mari terapkan perilaku hidup bersih dan sehat untuk mencegah penularan frambusia ya
Monday, June 20, 2022
Mitos, Kesalahpahaman, dan Fakta Mengenai Gangguan Jiwa
Beberapa dekade terakhir, jumlah orang yang didiagnosis gangguan jiwa meningkat pesat. Variasinya mulai dari gangguan depresi, gangguan kecemasan, skizofrenia dan masih banyak lainnya. Organisasi kesehatan dunia (WHO) bahkan melaporkan bahwa 1 dari 4 orang berisiko mengidap penyakit/gangguan jiwa. Masyarakat rata–rata banyak menganggap bahwa orang yang mengidap gangguan jiwa atau gangguan mental emosional hanyalah orang “gila”. Faktanya, orang yang mengalami gangguan jiwa tidak semuanya dapat disebut “gila” secara medis. Secara medis mungkin yang disebut “gila” oleh masyarakat adalah orang-orang yang mengalami gangguan psikotik. Gangguan psikotik adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat membedakan dunia nyata dan dunia khayalnya atau bila pikiran mengalami distorsi berat sehingga pengendalian diri menjadi terganggu. Lalu, apa saja mitos gangguan jiwa yang sering didapat di masyarakat?
1. Gangguan Jiwa Disebabkan Karena Kepribadian yang Lemah
Salah satu mitos gangguan jiwa yang paling sering dijumpai adalah penderita gangguan jiwa yang dianggap sebagai orang dengan kepribadian lemah yang tidak mampu menghadapi masalah. Realitanya, berbagai penelitian ilmiah membuktikan bahwa penyakit jiwa dapat terjadi karena pengaruh kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor biologi seperti misalnya aktivitas sel dan kimia alami dalam otak, faktor psikologi seperti trauma emosional, maupun faktor tekanan sosial, budaya dan spiritual. Orang pengidap gangguan jiwa tidak selalu lemah secara mental, sama seperti orang dengan penyakit fisik semacam diabetes atau tekanan darah tinggi misalnya, yang tidak selalu terlihat lemah secara fisik umumnya.
Salah satu contoh adalah Michael Phelps, seorang perenang peraih medali emas terbanyak dalam sejarah Olimpiade, merupakan salah 1 yang berjuang mengatasi gangguan depresi mayor berulang dalam hidupnya, dan pernah menyalahgunakan narkotika untuk mengobati sendiri depresinya sampai pernah ditahan 2 kali sebelum menyadari bahwa ia membutuhkan pertolongan. Pangeran Harry dari Inggris sesudah 20 tahun pasca kematian ibunya baru mencari pertolongan untuk masalah emosi dukanya, saat kondisinya memberat. Kedua orang tersebut bukanlah orang-orang yang lemah. Jadi gangguan jiwa dapat menyerang siapa saja dan kapan saja.
2. Hanya Terjadi Pada Orang Dewasa
Salah satu kesalahpahaman umum adalah bahwa anak-anak dan remaja tidak dapat mengalami gangguan jiwa karena mereka belum memiliki beban dan masalah. Nyatanya, 1 dari 10 anak dan remaja dapat mengalami penyakit jiwa. Michael Phelps yang disebutkan di atas, sejak kecil tercatat sebagai penyandang Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas atau GPPH (ADHD, attention deficit & hyperactivity disorder), dimana kemudian latihan renangnya yang padat dapat menjadi pengganti bagi konsumsi obatnya.
Pada masa kanak, masalah dalam keluarga, sekolah, penggunaan gadget maupun pergaulan juga sering menjadi sebab atau mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa pada anak atau remaja, termasuk yang paling ringan misalnya hanya gangguan belajar atau menyelesaikan tugas. Pastikan anak-anak dan remaja mendapatkan pertolongan yang tepat sejak dini agar kondisi tidak memburuk di kemudian hari.
3. Depresi Berarti Sedih
Kesedihan merupakan reaksi normal kala kita mengalami kegagalan maupun kehilangan dalam hidup, dimana terkadang juga disertai reaksi “depresi”, namun kesedihan atau reaksi “depresi” berbeda dengan gangguan depresi oleh karena umumnya masih dapat diatasi oleh yang bersangkutan atau hanya dengan konseling. Depresi sebagai penyakit ditandai terutama oleh kondisi suasana hati atau mood yang tidak nyaman dalam jangka waktu panjang, kumat-kumatan, tidak mesti ada penyebab sebagai pemicu, dan disertai beberapa gejala lain yang bervariasi, dalam derajat ringan sampai berat.
Penderita gangguan depresi sulit merasa senang atau bersemangat terhadap hal-hal yang biasanya disukai. Ucapan seperti, “Jangan depresi terus dong, keluar yuk senang-senang…,” kepada penderitanya berisiko membuat depresi jadi semakin berat. Depresi bukan pilihan mereka dan tidak bisa diselesaikan hanya dengan usaha bersenang-senang.
4. Pengidap Gangguan Jiwa Pasti Berbahaya
Banyak yang takut pada pengidap gangguan jiwa —terutama yang jelas terlihat berat, kotor, atau tidak terurus— seakan setiap mereka pasti akan berperilaku kriminal. Namun realitanya penyandang gangguan jiwa tidak lebih agresif atau berbahaya daripada orang lain. Memang tidak dipungkiri beberapa jenis gangguan jiwa dapat menyebabkan si individu berbuat kejahatan, namun dari banyak penelitian dikatahui bahwa tidak ada hubungan langsung anttara gangguan jiwa dengan perilaku kriminal. Salah satu penelitian yang pernah dilakukan di Inggris menyebutkan hanya 3-5% angka kejahatan yang memang dilakukan oleh seseorang yang menyandang gangguan jiwa. Penelitian ini juga menyebutkan orang dengan gangguan jiwa justru lebih sering menjadi korban kejahatan, bahkan sampai 10 kali lipatnya orang yang bukan penderita.
5. Pengidap Gangguan Jiwa Harus Diasingkan atau Dijauhi
Salah satu mitos gangguan jiwa yang banyak dianut masyarakat adalah mereka harus diasingkan. Hal ini seringkali mengakibatkan diskriminasi di lingkungan tempat tinggal, pekerjaan dan layanan kesehatan. Salah satu sebab adanya pemahaman ini mungkin karena anggapan bahwa gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan atau dikontrol. Padahal faktanya, cukup banyak kasus gangguan jiwa yang terkontrol (dengan obat dan terapi non-obat) dan penyandangnya dapat beraktifitas relatif normal bahkan berprestasi.
Keyakinan bahwa upaya pertolongan gangguan jiwa adalah sia-sia tidak aneh karena beberapa jenis gangguan jiwa memang sulit disembuhkan secara total (ada gejala sisa), namun bukankah begitu juga halnya dengan penyakit fisik? Bukankah orang dengan tekanan darah tinggi misalnya, tetap mengkonsumsi obat rutin dan menjaga pola makan sehat agar tekanan darahnya tidak memburuk? Hal yang sama juga berlaku untuk penyakit jiwa.
Dengan terapi yang tepat, baik berupa obat-obatan maupun psikoterapi bersama tenaga ahli yang berkompeten, penyandang gangguan jiwa juga dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan gejala penyakitnya dapat dikontrol hingga sangat minimal. Diharapkan dengan terapi rutin serta dukungan keluarga yang terapeutik, penyandang gangguan jiwa mampu dan bersemamangat menjalani hidupnya serupa orang normal.
Friday, June 25, 2021
Perbedaan PCR, Rapid Test Antigen, dan Rapid Test Antibodi dalam Pemeriksaan COVID-19
Untuk mendeteksi COVID-19, diperlukan pemeriksaan yang disebut PCR dan rapid test. Kedua jenis pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi virus Corona atau tidak. Namun, apa yang membedakan kedua jenis pemeriksaan tersebut?Bila Anda memerlukan pemeriksaan COVID-19, klik tautan di bawah ini agar Anda dapat diarahkan ke fasilitas kesehatan terdekat:
- Rapid Test Antibodi
- Swab Antigen (Rapid Test Antigen)
- PCR
Di rumah sakit, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menelusuri apakah Anda pernah kontak dengan pasien COVID-19 dalam jangka waktu 2 minggu terakhir. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang berupa rapid test dan PCR untuk mendiagnosis COVID-19.
Seputar Tes PCR dan Rapid Test
Tes PCR dan rapid test digunakan sebagai cara untuk mendeteksi virus Corona di dalam tubuh. Bagi Anda yang belum tahu mengenai tes PCR dan rapid test, berikut ini adalah penjelasan singkatnya:
Tes Polymerase Chain Reaction (PCR)
Tes PCR adalah jenis pemeriksaan untuk mendeteksi pola genetik (DNA dan RNA) dari suatu sel, kuman, atau virus, termasuk virus Corona (SARS-CoV-2). Hingga saat ini, tes PCR merupakan tes yang direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk mendiagnosis COVID-19.
Tingkat akurasi tes PCR cukup tinggi, tetapi pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang cukup lama hingga hasilnya keluar, yaitu sekitar 1–7 hari.
Tes PCR umumnya perlu dilakukan pada orang yang mengalami gejala COVID-19, seperti batuk, pilek, demam, terganggunya indra penciuman, serta sesak napas, khususnya jika orang tersebut memiliki riwayat kontak dengan pasien terkonfirmasi COVID-19.
Rapid test
Selain tes PCR, rapid test juga kerap digunakan sebagai pemeriksaan awal atau skrining COVID-19. Sesuai namanya, hasil rapid test bisa langsung diketahui dalam waktu yang singkat, biasanya hanya sekitar beberapa menit atau paling lama 1 jam untuk menunggu hasil pemeriksaan keluar.
Hingga saat ini, terdapat dua jenis rapid test yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan virus Corona di dalam tubuh pasien, yaitu:
Rapid test antigen
Antigen merupakan suatu zat atau benda asing, misalnya racun, kuman, atau virus, yang dapat masuk ke dalam tubuh. Sebagian antigen dapat dianggap berbahaya oleh tubuh, sehingga memicu sistem imunitas untuk membentuk zat kekebalan tubuh (antibodi). Reaksi ini merupakan bentuk pertahanan alami tubuh untuk mencegah terjadinya penyakit.
Virus Corona yang masuk ke dalam tubuh akan terdeteksi sebagai antigen oleh sistem imunitas. Antigen ini juga dapat dideteksi melalui pemeriksaan rapid test antigen.
Rapid test antigen untuk virus Corona dilakukan dengan mengambil sampel lendir dari hidung atau tenggorokan melalui proses swab. Untuk memberikan hasil yang lebih akurat, pemeriksaan rapid test antigen perlu dilakukan paling lambat 5 hari setelah munculnya gejala COVID-19.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan rapid test antigen virus Corona memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan rapid test antibodi. Akan tetapi, pemeriksaan rapid test antigen dinilai belum seakurat tes PCR untuk mendiagnosis COVID-19.
Rapid test antibodi
Antigen, termasuk virus Corona, yang masuk ke dalam tubuh dapat terdeteksi oleh sistem imunitas tubuh. Setelah antigen terdeteksi, sistem imun akan memproduksi antibodi untuk memusnahkannya. Keberadaan antibodi untuk membasmi virus Corona bisa dideteksi melalui rapid test antibodi.
Jenis rapid test untuk COVID-19 ini merupakan jenis rapid test yang paling awal muncul. Sayangnya, tes ini memiliki tingkat akurasi yang rendah dalam mendeteksi keberadaan virus Corona di dalam tubuh. Inilah sebabnya rapid test antibodi tidak layak digunakan sebagai metode pemeriksaan untuk mendiagnosis penyakit COVID-19.
Hasil pemeriksaan rapid test antibodi untuk COVID-19 dibaca sebagai reaktif (positif) dan nonreaktif (negatif).
Saat ini, rapid test antigen dan antibodi sudah tersedia di Indonesia. Berdasarkan tingkat ketepatan pemeriksaan, metode pemeriksaan yang dinilai paling akurat untuk mendeteksi keberadaan virus Corona di dalam tubuh adalah rapid test antigen dan tes PCR.
Perbedaan Tes PCR, Rapid Test Antigen, dan Rapid Test Antibodi
Meski saling terkait, pemeriksaan rapid test dan tes PCR merupakan jenis pemeriksaan yang berbeda. Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara tes PCR, rapid test antigen, dan rapid test antibodi untuk mendeteksi virus Corona:
1. Lama waktu pemeriksaan
Hasil pemeriksaan rapid test, baik jenis antigen maupun antibodi, membutuhkan waktu yang cukup singkat, yaitu sekitar 30–60 menit. Sementara itu, prosedur tes PCR membutuhkan waktu paling cepat sekitar 1 hari.
Namun, karena begitu banyaknya sampel yang harus diperiksa sementara ketersediaan alat ini terbatas, kadang dibutuhkan waktu hingga sekitar 1 minggu.
2. Tingkat akurasi
Pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi keberadaan virus Corona yang paling akurat adalah tes PCR dengan tingkat akurasi mencapai 80–90%, sedangkan rapid test antigen memiliki tingkat akurasi sedikit di bawah tes PCR.
Rapid test antibodi merupakan pemeriksaan dengan tingkat akurasi paling rendah, yaitu hanya sekitar 18%. Oleh karena itu, diagnosis COVID-19 umumnya baru dapat dipastikan melalui pemeriksaan fisik dan PCR dari dokter. Sementara itu, rapid test dinilai belum layak dilakukan sebagai metode pemeriksaan COVID-19.
3. Sampel yang digunakan
Tes PCR dan rapid test antigen menggunakan sampel lendir dari hidung atau tenggorokan yang diambil melalui proses swab. Sementara itu, pemeriksaan rapid test antibodi menggunakan sampel darah yang diambil dari ujung jari atau pembuluh darah.
Sunday, June 20, 2021
SURVEI MAWAS DIRI (SMD)
oleh sekelompok masyarakat setempat dibawah bimbingan petugas kesehatan di desa/bidan desa.
Adapun Tujuan Survey Mawas Diri (SMD) adalah sebagai berikut :
1. Masyarakat mengenal, mengumpulkan data, mengkaji masalah kesehatan yang ada didesa
dalam rangka menyiapkan desa siaga
2. Timbulnya kesadaran masyarakat untuk mengetahui masalah kesehatan dan potensi yang
ada didesanya yang dapat digunakan untuk mengatasi per.masalahan kesehatan.
SCREENING IVA TEST
Deteksi dini kanker serviks lewat pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dianggap dapat membantu menyelamatkan banyak wanita karena relatif mudah dilakukan dan hasilnya cepat diperoleh. Pemeriksaan IVA dilakukan dengan meneteskan asam asetat (asam cuka) pada permukaan mulut rahim.
Kegiatan IVA Test dalam rangka Hari Kartini
IMUNISASI BIAS
Bulan Imunisasi Anak Sekolah Pada Masa Pandemi Covid 19
Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) adalah imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar yang dilaksanakan pada Bulan Agustus dan November.